Rumput Tetangga Mungkin Lebih Hijau, Tapi Buah Kebun Kita Lebih Manis
Suatu
siang di daerah Kelapa gading, saya sedang menumpangi mobil. Jalan
cukup macet saat itu, meski masih bergerak. Mobil saya ada di jalur
tengah. Saya melihat ke jalur di sebelah kiri saya. Entah hanya
perasaan atau bukan, saya merasa jalur di sebelah kiri saya lebih
lancar. Mobil-mobil yang ada di sebelah saya melaju lebih cepat. Saya
jadi ingat sebuah pepatah, “Rumput tetangga terlihat lebih hijau dari
rumput di kebun kita sendiri”. Saya pun berinisiatif untuk berpindah
jalur ke jalur di sebelah kiri saya.
Ternyata berpindah jalur
tidak semudah yang saya bayangkan. Mobil-mobil yang ada di jalur kiri
tentu tidak membiarkan begitu saja jalannya diambil oleh mobil saya. Di
sini berlaku, siapa yang lebih cepat dan lebih tinggi skill-nya, dia
yang akan mendapatkan jalan. Alhasil, setelah beberapa detik berusaha,
saya masih belum berhasil berpindah jalur. Lalu, saya kaget ketika
mendengar bunyi klakson mobil di belakang saya. Saya melihat ke depan,
dan ternyata mobil di depan saya sudah berada jauh di depan saya, dan
tercipta ruang kosong yang cukup banyak di jalur saya. Saya begitu
terobsesi pada jalur sebelah saya sampai saya tidak memperhatikan jalur
saya sendiri. Akhirnya saya mengurungkan niat saya untuk berpindah
jalur dan meneruskan perjalanan pada jalur saya.
Saat
itu, ada satu kalimat yang terlewat di pikiran saya: “Rumput Tetangga
Mungkin Lebih Hijau, Tapi Buah Kebun Kita Lebih Manis”. Salah satu
sifat buruk manusia adalah sifat tidak pernah puas yang membuatnya
menjadi kurang bersyukur. Seringkali kita membandingkan diri kita dengan
orang lain, dan mungkin kita melihat banyak kelebihan orang lain yang
lebih baik daripada kita, dan kita menjadi menginginkannya. Kita
melihat rumput tetangga lebih hijau daripada rumput kita. Tapi, kita
kadang tidak menyadari banyak kelebihan-kelebihan kita yang patut kita
syukuri dan gunakan untuk membantu orang lain. Kita hanya melihat
rumput, kita tidak melihat buah kebun kita lebih manis daripada buah
kebun tetangga kita. Kita hanya melihat yang kita tidak miliki, dan
kita menjadi kurang bersyukur dengan apa yang telah kita miliki. Apa
yang telah kita miliki mungkin kita anggap biasa saja. Kita tidak
menyadari betapa berharganya hal itu sampai itu diambil dari kita.
Dari
hal sederhana ini, saya belajar untuk mensyukuri apa yang saya miliki.
Keluarga yang saya miliki, kesehatan yang saya miliki, bakat/talenta
yang saya miliki, teman-teman yang saya miliki, dan masih banyak lagi.
Kita akan sulit sekali bersyukur jika kita selalu memfokuskan diri kita
kepada hal yang tidak kita miliki. Karena itu, jangan lupakan
kelebihan yang kita miliki, meskipun mungkin sangat sederhana, untuk
kita syukuri. Mungkin bagi orang lain, kelebihan yang sangat sederhana
itu sangatlah besar artinya. Rumput tetangga boleh lebih hijau, tapi
jangan lupa buah kebun kita lebih manis. Setiap orang pasti mempunyai
kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Lihatlah semuanya secara
seimbang, dan marilah kita syukuri apa yang kita miliki.
0 komentar:
Posting Komentar